Sabtu, 21 Juni 2014
Maafkanlah, agar hidupmu tenang dan damai
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penikmat yang budiman, tulisan saya kali ini menggunakan bahasa yang santai aja ya, lagi ga puitis nih malam ini, hehe. Hari ini juga alhamdulillah sya lagi dapet nikmat luar biasa dari ALLAH, jd mohon doanya, ya, supaya saya ga ujub, ga takabur, ga merasa bangga apalagi merasa hebat karena ini. Aamiiin. Pujian adalah ujian. Hiks. Astaghfirullah. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang mencari kepopuleran dunia. Aamiin
Apa yang sya alami hari ini, mendorong sya buat bikin tulisan ini nih, meskipun awalnya sya bertanya-tanya, menelaah dgn kekuatan batin (cie elah), dan akhirnya ALLAH memberi jawabannya dari otak turun ke hati (hehe ^_^V).
Kali ini kita akan bahas tentang masalah yang pasti pernah hinggap pada tiap manusia selain Rasulullah, Al Anbiya lainnya, dan orang-orang dulu. Ya, kita, makhluk yang lemah tanpa ALLAH dan Rasul-NYA. Inilah tentang “ Memaafkan untuk ketenangan dan kedamaian hidup”.
Sebelumnya, saya punya kata-kata mutiara yang pernah saya baca nih :
"Memaafkan itu seperti membebaskan tahanan dari penjara bawah tanah yang gelap dan menyeramkan. Lalu kau tahu bahwa tahanan itu adalah dirimu, yg memberi sedikit ruang di hatimu."
"Memelihara sakit hati itu ibarat membawa labu dalam kresek bolong-bolong ke mana-mana. Belum lama akan membusuk dan berat. Bila tercium busuknya, sang pembawa juga kan tertular busuknya."
Pernah ga sih, ngerasa sakiiiit banget hati ini? Ngilu dan pilu kayak disayat-sayat sama sembilu paling karatan? Pernah ga sih, ngerasa bahwa harga diri ini udah diinjak-injak dan digencet pake palu “lisan”? Muka kita kayak dilempar-lempar, ditampar-tampar dengan sikap orang yang tak kita tebak bakal begitu? Atau, pernah ga sih, tangis gerimis, sakit berakit, dan benci bertali-tali, menyala merah karna orang yang pernah menyakiti hati yang lemah lembut ini? (lemah lembut? :| )
Pernah ya? Normal, dong. ^^ Selama ga diikuti oleh penyakit hati, tak apa. Tak masalah. Sakit hati itu biasa, toh ALLAH akan menghapus dosa kita, selama sakit hati itu tidak diikuti penyakit hati seperti dendam atau sejenisnya. :) Pertanyaannyaa.. Apa perlu kita memelihara sakit hati? Nggak! Apa perlu kita menahan topeng muka ini untuk sekadar “memaafkan”? Nggak juga! ada yang berkata "Orang pandai itu bukan yang pandai menyembunyikan perasaannya, akan tetapi mengendalikan perasaannya." ALLAH saja Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat, masa kita manusia seutil gini gengsi amat memaafkan, sih? v^.^v
Sya sebenarnya jg sempat bingung, bahkan kadang sama diri sendiri, apa yang salah dari memaafkan, saudaraku? Apa ruginya kita membersihkan rasa sakit di hati? Tapi keyakinan ini yg mengatakan : Percayalah, sesakit apapun, seperih apapun luka yang ditanamkan oleh orang yang menyakiti kita, tak ada gunanya kita pertahankan rasa itu. ^^ Bikin pusing, nambah dosa, buang waktu, dan menyiksa diri sendiri. v^_^v
Hmmm, gimana ngomongnya ya. Masalah hati sih soalnya, memaafkan itu susaaah buanget. Susah kalau hati masih kacau balau. Susah bila ego terlalu tinggi. Susah bila kita merasa bahwa kita itu lebih baik dari teman2 sekitar (lebih ramah, lebih murah hati, lebih ++ deh pkoknya), Susah bila kita lupa, “Tiap manusia kecuali Rasulullah tak ada yg sempurna”, selalu punya salah. Susah bila kita ga berkaca, “Mungkin saya yang salah”. Susah bila lupa kisah hidup Nabi Muhammad saw, bahwa beliau tak pernah sekalipun memelihara sakit hati, dengan sangaaat mudah beliau memaafkan. Dan susaaah buuanget bila kita tidak mengenal ALLAH, Dzat yang meski tanpa hamba-NYA akan selalu tetap Perkasa dan Mengagumkan, tapi masih berkenan Mengampuni kita. Subhanallaah, dengan ini saja rasanya cukup tuk ucapkan, “Aku maafin, kok.”
Memelihara sakit hati itu tak terlalu gawat kalau cepet kita atasi. Luka di hati, tak masalah, selama tak menjelma jadi “emosi”. Tapi kalau kita terus “mengurung”nya di hati kita, sampai kita anak pinakkan jadi dengki, benci, apalagi dendam kesumat. Wah, yang seharusnya menghapus dosa malah jadi nambah dosa. ^^v
ALLAH SubhanaHu WaTa’ala berfirman, “Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (Al A’raaf : 199)
"(Orang-orang yang taqwa itu) yaitu orang yang menafkahkan hartanya di jalan ALLAH, baik di waktu lapang maupun sempit, dan yang menahan amarah serta mema'afkan kesalahan." (Ali Imran : 134)
Nah, loh, ALLAH memerintahkan kita untuk SELALU memaafkan. v^_^v
“Rasulullah SAW bukanlah seorang yang keji dan tidak suka berkata keji, beliau bukan seorang yang suka berteriak-teriak di pasar dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Bahkan sebaliknya, beliau suka memaafkan dan merelakan.” (HR. Ahmad).
”Sesungguhnya lubang jarum takkan terlalu sempit bagi dua orang yg saling mencintai, adapun bumi takkan cukup luas bagi dua orang yang saling membenci.” (Al-Khalil Ibn Ahmad)
Wah, Subhanalaah. Nasihat luar biasa tuh, saudaraku. ^^ Walaupun mungkin ada yang nyeletuk, “Lah, gimana sya mau memaafkan? Dia jahat gitu, tega amat ama saya. Kagak bisa dimaafin! No way! Mau nangis darah pun orangnya saya ga ikhlas! Jahaaaat! (Buang muka pula).” Duh-duh, jangan esmosi dong. ^^ Nih tak tawarin tips, ya ^^ :
1). Yakinkan hati ini. Bahwa, dengan memberikan maaf yang sebenar-benarnya maaf, hati ini menjadi lebih ringan, lapang, tenang, tentram, plus berbunga-bunga (Bak jatuh cinta, damai, hehe). Tidak ada lagi ganjalan di hati ini, tidak lagi kita kepikiraaan terus sama kesakitan dan yang bikin sakit itu. Toh kalau kita memaafkan, kita bisa memandang lurus ke depan, sebuah masa yang lebih baik direncanakan daripada masa lalu yang disesali.
2). Ingat-ingatlah kebaikan orang yang menyakiti kita. Sejahat-jahatnya anak Adam, percayalah, masih ada kebaikan di hatinya yang menjelma menjadi perbuatan baik yang menyenangkan kita. Inilah susahnya manusia, kalau ada salah dikiit aja, buyar semua deh kebaikan yang telah lalu. Sampe ada peribahasa "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga". Nah, makanya ingat-ingat tuh, mereka pernah baiik banget sama kita, jadi ga salah kalau kita memaafkan. ^^
3). Jangan terlalu kagum. saya sering dengar dari Murabbi saya, bahwa bila kita menjadikan seseorang yang bukan Rasulullah dan Shahabat sebagai panutan secara berlebihan, maka ketika kita menemukan kekurangan di dirinya, rasa kagum itu akan serta merta hilang. Jadi, bertemanlah dengan teman apa adanya (sadari dan terima kekurangan dan kelebihannya). Jadi ketika dia berbuat salah, kita ga sibuk sama sakit hati, tapi justru menasihati. ^^
4). Sabar, Ikhlaskan, Lupakan. Jangan kebalik ya. ^^ Harus begitu urutannya. Soalnya banyak orang bilang “lupa” berarti “sabar”. Ga gitu, ukhty, akhiy. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk ikhlas dulu, baru kemudian kita lupa. Kalau kita “maksa” lupa, hampir pasti rasa sakit itu masih tertinggal. Ingat, memaafkan tidak mutlak berarti melupakan kesalahan loh, tapi mengikhlaskannya yang berujung pada tidak mengingat-ingatnya lagi.
5). Perbanyaklah berdoa pada ALLAH. Nih haditsnya : “Duhai Dzat Yang Membolak-balikkan hati, kokohkanlah hatiku di dalam agama-MU” (HR Tirmidzi). Minta ALLAH membalikkan hati kita dari yang sakit itu menjadi sehat dan segar kembali. Percayalah pada kekuatan doa, saudaraku. Ingat, orang yang paling lemah adalah yang meninggalkan doa. ^^
6). Charge hati dan pikiran dengan ibadah, hal-hal yang bermanfaat. Misalnya, tilawah, sholat malam, senyum (Senyum saat susah itu tanda ketabahan), nulis (kayak saya, hehe), belajar, dst. Pokoknya cari kegiatan yang bikin kita sibuk deh, insya ALLAH kalau kita serius kita bisa lupa. ^^
7). Ingat firman ALLAH ini : “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna” (Al-Mu’minun : 3). Kenapa? Karena sakit hati berlama-lama itu ga berguna, saudaraku. Buat apa sih dipertahankan? Mending diikhlaskan. Sebuah ikhlas, itu udah termasuk ibadah loh. ^^
8). Bila sakit hati menyerang (kita tersinggung), tahanlah amarah bila khawatir akan terjadi. Tahan sekuat-kuatnya! Kendalikan! Takutnya gara-gara marah kita malah memperburuk keadaan. Bila kita ingin menasihati orang yang menyakiti kita, lakukan itu ketika emosi kita bener-bener udah reda. Ada haditsnya : “Orang yang kuat adalah yang mampu menahan amarahnya.” (HR. Bukhari Muslim)
9). Tatalah hati. ^^ Jagalah hati, perbaiki, hingga hatilah yang pada akhirnya memaafkan. Maaf dan sakit hati ini kuncinya di hati, saudaraku. Jangan pernah merasa kita paling suci atau paling mulia dan paling lebih diantara yang lain, karena "kesombongan" itu membuat kita ga terima kalau dikritik atau dinasihati, apalagi kalau udah disakiti itu bisa sampai nangis 3 hari 3 malem (-_-"). Nah, bila sudah mantap hati kita (sudah ditata), insya ALLAH sesakit apapun, kita akan memaafkan. Sungguh, bersyukur sekali bila kita dikaruniai ALLAH sebuah hati yang tidak dapat membenci, yang sulit ditembus sama yang namanya "jengkel", sebuah hati yang muraah sekali tuk memberi maaf. Subhanallah, walaupun meminta maaf lebih mulia, tapi belajar memaafkan itu juga sangat indah..
“Barangsiapa yang ALLAH menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya DIA melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki ALLAH kesesatannya , niscaya ALLAH menjadikan dadanya sesak lagi sempit…” (Al-An’am : 125)
Nah, itulah ukhty, akhiy, sedikit tulisan dari saya dan tips yang sya peroleh dari 'merenung'. Karena diawali dengan kata-kata mutiara, maka seyogyanya ditutup dengan kata-kata mutiara juga ^^ :
"Mintalah pada-NYA petunjuk dan ketenangan, untuk hatimu yang hanya satu. Hingga tanpa tangis pun dikau mampu memaafkan. Hingga tanpa duka pun sakit hatimu segera sirna. Hingga tanpa peluh pun hatimu tak lagi mampu membenci."
"Bila ALLAH sudah menghembuskan hidayah dan kedamaian di hati seorang muslim, maka ia takkan peduli dengan hinaan manusia. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana menjaga nama baiknya di hadapan ALLAH. Bila baik di hadapan ALLAH, maka dengan izin ALLAH baik pula ia di hadapan dunia."
Subhanallaah.
Semoga bermanfaat ya^^
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jumat, 13 Juni 2014
Adzan terakhir sahabat Bilal bin Rabbah ra.
Semua pasti tahu, bahwa pada masa Nabi, setiap masuk waktu sholat, maka yang mengkumandankan adzan adalah Bilal bin Rabah. Bilal ditunjuk karena memiliki suara yang indah. Pria berkulit hitam asal Afrika itu mempunyai suara emas yang khas. Posisinya semasa Nabi tak tergantikan oleh siapapun, kecuali saat perang saja, atau saat keluar kota bersama Nabi. Karena beliau tak pernah berpisah dengan Nabi, kemanapun Nabi pergi. Hingga Nabi menemui Allah ta’ala pada awal 11 Hijrah. Semenjak itulah Bilal menyatakan diri tidak akan mengumandangkan adzan lagi. Ketika Khalifah Abu Bakar Ra. memintanya untuk jadi mu’adzin kembali, dengan hati pilu nan sendu bilal berkata: “Biarkan aku jadi muadzin Nabi saja. Nabi telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.”
Abu Bakar terus mendesaknya, dan Bilal pun bertanya: “Dahulu, ketika engkau membebaskanku dari siksaan Umayyah bin Khalaf. Apakah engkau membebaskanmu karena dirimu apa karena Allah?.” Abu Bakar Ra. hanya terdiam. “Jika engkau membebaskanku karena dirimu, maka aku bersedia jadi muadzinmu. Tetapi jika engkau dulu membebaskanku karena Allah, maka biarkan aku dengan keputusanku.” Dan Abu Bakar Ra. pun tak bisa lagi mendesak Bilal Ra. untuk kembali mengumandangkan adzan.
Kesedihan sebab ditinggal wafat Nabi Saw., terus mengendap di hati Bilal Ra. Dan kesedihan itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah, dia ikut pasukan Fath Islamy menuju Syam, dan kemudian tinggal di Homs, Syria. Lama Bilal Ra tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Nabi Saw hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya: “Ya Bilal, wa maa hadzal jafa’? Hai Bilal, kenapa engkau tak mengunjungiku? Kenapa sampai begini?.” Bilal pun bangun terperanjat, segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk ziarah pada Nabi. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Nabi.
Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Nabi Saw., pada sang kekasih. Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucunda Nabi Saw., Hasan dan Husein. Sembari mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Nabi Saw itu. Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal Ra.: “Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan buat kami? Kami ingin mengenang kakek kami.” Ketika itu, Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan itu, dan beliau juga memohon Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.
Bilal pun memenuhi permintaan itu. Saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Nabi Saw masih hidup. Mulailah dia mengumandangkan adzan. Saat lafadz “Allahu Akbar” dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun-tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok nan agung, suara yang begitu dirindukan, itu telah kembali. Ketika Bilal meneriakkan kata “Asyhadu an laa ilaha illallah”, seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sembari berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.
Dan saat bilal mengumandangkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Nabi, Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Hari itu, madinah mengenang masa saat masih ada Nabi Saw. Tak ada pribadi agung yang begitu dicintai seperti Nabi Saw. Dan adzan itu, adzan yang tak bisa dirampungkan itu, adalah adzan pertama sekaligus adzan terakhirnya Bilal Ra, semenjak Nabi Saw wafat. Dia tak pernah bersedia lagi mengumandangkan adzan, sebab kesedihan yang sangat segera mencabik-cabik hatinya mengenang seseorang yang karenanya dirinya derajatnya terangkat begitu tinggi. Semoga kita dapat merasakan nikmatnya Rindu dan Cinta seperti yang Allah karuniakan kepada Sahabat Bilal bin Rabah Ra. Aamiin
Selasa, 10 Juni 2014
Mengharap "terima kasih" dari orang lain? Tak perlu
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Setelah lama tidak bisa membuat pos karena sibuk UKK, alhamdulillah sekarang ada kesempatan untuk saya membagi sedikit coretan kepada para penikmat.
Saudaraku, Allah menciptakan setiap hamba agar selalu mengingat-Nya, dan Dia menganugerahkan rezeki kepada setiap makhluk ciptaan-Nya agar mereka bersyukur kepada-Nya. Namun, mereka justru banyak yang menyembah dan bersyukur kepada selain Dia.
Tabiat untuk mengingkari, membangkang, dan meremehkan suatu kenikmatan adalah penyakit yang umum menimpa jiwa manusia. Karena itu, kita tak perlu heran dan resah bila mendapatkan mereka mengingkari
kebaikan yang pernah kita berikan, mencampakkan budi baik yang telah kita tunjukkan. Lupakan saja bakti yang telah kita persembahkan.
Bahkan, tak usah resah bila mereka sampai memusuhi kita dengan sangat keji dan membenci kita sampai mendarah daging, sebab semua itu mereka lakukan adalah justru karena kita telah berbuat baik kepada mereka.
"Dan, mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya) kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka."
(QS. At-Taubah: 74)
Karena itu, siapa saja yang kebaikannya diabaikan dan dilecehkan oleh orang-orang yang menyalahi fitrahnya, sudah seyogyanya menghadapi semua itu dengan kepala dingin. Dan, ketenangan seperti itu akan mendatangkan balasan pahala dari Zat Yang perbendaharaan-Nya tidak pernah habis dan sirna.
Ajakan ini bukan bermaksud menyuruh kita meninggalkan kebaikan yang telah kita lakukan selama ini atau bahkan kita sama sekali tidak berbuat baik kepada orang lain agar tak dicemooh. Ajakan ini hanya ingin agar kita tak goyah dan terpengaruh sedikitpun oleh kekejian dan pengingkaran mereka atas semua kebaikan yang telah kita perbuat. Dan janganlah kita pernah bersedih dengan apa saja yang mereka perbuat.
Berbuatlah kebaikan hanya demi mendapat ridlo' Allah semata, bukankah "La ilahaillallah" (tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah) adalah pegangan kita? Jika iya, sudah menjadi hal yang harus bagi kita sebagai muslim dan mukmin untuk berbuat dari, oleh, dan untuk Allah.
Dengan demikian, maka kita akan menguasai keadaan, tak akan pernah terusik oleh kebencian mereka, dan tidak pernah merasa terancam oleh perlakuan mereka atau membalas dengan tindakan bodoh seperti "ngambek" bahkan melakukan tindakan-tindakan jahil serupa. Kita harus bersyukur kepada Allah karena dapat berbuat baik ketika orang-orang di sekitar kita berlaku zalim.
Dan, ketahuilah bahwa tangan di atas itu lebih baik dari tangan yang di bawah.
"(Sambil berkata) : 'Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Kami sesungguhnya takut pada azab Tuhan kami di hari yang padanya orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.' Maka Allah memelihara mereka di hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Mereka mendapatkan balasan karena kesabaran mereka dengan surga dan pakaian sutera"
(QS. Al-Insan: 9-12)
Saudaraku, masih banyak orang berakal yang sering hilang kendali dan menjadi kacau pikiranya saat menghadapi kritikan atau cercaan pedas dari orang-orang sekitarnya. Terkesan, mereka seolah-olah belum pernah mendengar wahyu Ilahi yang menjelaskan dengan gamblang tentang perilaku golongan manusia yang selalu mengingkari Allah. Dalam wahyu itu dikatakan:
"Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan."
(QS. Yunus: 12)
Kita tak perlu terkejut manakala menghadiahkan sebatang pena kepada seseorang, lalu ia memakai pena itu untuk menulis cemoohan kepada kita. Dan bila orang yang kita beri tongkat
untuk menggiring domba gembalaannya justru memukulkan tongkat itu ke kepala kita, tak usah kita tercengang. Itu semua adalah watak dasar manusia yang selalu mengingkari dan tak pernah bersyukur kepada Penciptanya sendiri Yang Maha Agung nan Mulia. Begitulah, kepada Tuhannya saja mereka berani membangkang dan mengingkari, maka apalagi kepada kita.
"...dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu..." (QS Al-Qashash : 77)
Semoga bermanfaat! :)
Keep spreading our smile!!^^
Langganan:
Postingan (Atom)